Hal tersebut ia sampaikan berdasar dari fenomena salah satu Masjid di Cangkringturi yang Nadhir dan Wakifnya telah wafat. Untuk melanjutkan amanah dan legalitasnya memerlukan surat kematian dari desa yang bersangkutan. Dalam prakteknya, ini perlu melacak dan meruntutkan dari awal.
“Hal tersebut akan berbeda jika diwakafkan dengan Nadhir Nahdlatul Ulama'(NU), maka dokumennya menjadi arsip Nahdlatul Ulama’ di Jakarta dan dikelola oleh pengurus NU sekitar Masjid tersebut,” ujar H. Abdul Rozaq.
Ia meyakini dengan menjadikan NU sebagai Nadhir, batasannya bukan lagi perorangan yang suatu saat bisa meninggal sehingga butuh mencari Nadhir baru. Tetapi, bisa menjadi tanggung jawab bersama organisasi Nahdlatul Ulama’, baik dari tingkat pusat sampai ke ranting. Hal tersebut mendekati konsep wakaf yang manfaatnya dapat terus mengalir untuk kepentingan umat.
Bapak Mahfudz, selaku Kepala Desa Cangkringturi sangat berterima kasih atas kesediaan Jam’iyah NU yang telah hadir di Masjid Al Ikhlas Desa Cangkringturi. “Besarnya NU juga dari Lailatul Ijtima’, dengan adanya ini kita bisa menghilangkan sifat iri, riya’, sombong, perlu keikhlasan dan keistiqomahan dalam mengikuti Lailatul Ijtima’ seperti ini.”
“Selain itu, mari istiqomah berjama’ah, kalau bisa sholat jama’ah lima waktu, terutama jama’ah subuh jangan sampai ditinggal,” tutupnya.
Sumber : https://nusidoarjo.or.id/mwcnu-prambon-sarankan-wakaf-masjid-atas-nama-nu/